Selasa, 17 Agustus 2010

pembicaraan bukan pencerahan

Hari ini dapat pengalaman bukan pencerahan.
Harus tahu betapa saya sendiri begitu parenting system. Rasanya saya bisa memahami bagaimana rasanya secara kasar menjadi orang tua.

Single Parent.
Pertama.
Bicara dengan Ayu.
Anak 5 tahun 8 bulan-nya yang berkata 'Dae* aku sudah meninggal. Tapi dia masih bisa naik motor, masih bisa makan, masih bisa minum. Tapi dia sudah meninggal.'

Apapun. Harapan yang terpatri di hati adalah tidak ada seorang anakpun yang mau ayah ibunya bercerai. Apalagi sampai salah satu di antara mereka hilang bak ditelan bumi, yang padahal masih hidup, sehat walafiat, apapun alasannya.
Harapan selanjutnya adalah tetap tanamkan bahwa si Dae baik-baik saja dan masih hidup. Karena paradigma yang dibuat sendiri oleh si anak nantinya yang akan membuat limbung kejiwaannya sendiri.
Jangan takut dibenci oleh anak karena ketika penjelasan yang kita buat adalah masih masuk ke dalam teritori rasional, pasti masih bisa diterima. Walaupun mungkin butuh sedikit pengorbanan lagi untuk membuat si anak paham.

Kedua.
Bicara dengan Om Arif.
Bercerai 4 bulan lalu, di mana anak gadisnya yang kelas 3 dan 5 SD hari ini datang mengunjunginya.
Si Om bilang bahwa sudah tidak ada komunikasi yang terjalin antara dirinya dan sang mantan.
Lalu saya berpikir keras 'bagaimana bisa'.
Dan saya tanya 'apakah sesakit itu?'
Pertama-tama jawabannya 'tidak'. Dan lalu dengan sedikit pendekatan, ia bercerita panjang kali lebar bagaimana semuanya bisa kandas. Bagaimana kata maaf itu sudah tidak berlaku. Bagaimana kewarasannya digojlok habis-habisan oleh keadaan yang bertubi-tubi menghajarnya.
Tapi, lagi-lagi kan. Anak yang jadi korban.
Saya berjuta-juta kali berkata bahwa tidak ada anak yang mau ayah ibunya bercerai. Tidak ada yang mau hidupnya pincang sebelah.
Rasanya hancur. Sudah bisa dibaca dengan jelas.






*Ayah, dalam bahasa orang-orang NTB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar