Sabtu, 22 Mei 2010

ia bukan saya

Saya sempat memandanginya lama. Gambar dirinya di layar kaca perangkat elektronik saya. Saya melihatnya detil walaupun harus sedikit memicingkan mata karena ada beberapa wajah yang tak jelas. Ternyata lebih banyak wajah-wajah keluarga besarnya. Hidupnya bahagia, ibu yang cantik, ayah yang (sepertinya) berwibawa, adik-adik yang terlihat jelas sangat akrab dengannya. Sempurna. Sekarang ia memiliki segalanya yang mana manusia lain selalu memimpikannya. Sempurna.

Tapi ia bukan saya.

Jumat, 21 Mei 2010

Hari ini daya, tenaga, hasrat hilang semua digantikan rasa lelah yang teramat parah dan kantuk luar biasa. Perjuangan saya atas beberapa minggu yang menguras tenaga dan pelatihan mental memang sudah berakhir. Tepatnya semalam. Dan saat ini, di detik ini, saya merasa kerdil sekali karena kelelahan.
Semalam memang fantastis walaupun saya tidak tampil sempurna. Tapi apapun itu, saya mensyukurinya sebagai berkat yang telah tuhan berikan di dalam hidup ini.

Minggu, 16 Mei 2010

Surat Cinta untuk... (tetap!) tuhan...

Tuhan...
Sepertinya baru bulan kemarin. Baru saja. Aku terseok-seok melawan arah dan sakit hati. Aku pikir akan berhenti setelah fase damai yang sempat ada. Tapi sekarang aku sekarat lagi.
Boleh bilang bahwa aku membenci manusia-manusia sialan itu? Yang menyalahi aturanmu dan membuatku merasa kerdil?
Mereka tolol sekali. Lihat dan aku benar menjadi monster kecil sialan yang siap dibenci oleh semua warga.
Tapi, tuhan...
Aku benci kompetishit itu.
Sungguh!

Dengan segala cinta padamu dan benci untuk mereka,
Yours.

Rabu, 05 Mei 2010

d e a t h

Baru beberapa detik yang lalu rasanya saya sedang berdiri di pinggir jalan, bersiap ke kampus, dan mobil iring-iringan itu lewat tepat di depan mata saya.
Mobil iring-iringan jenazah. Beserta para keluarga, atribut-atribut, dan para aparat yang sedia mengawal.
Selintas saya melihat keluarga yang duduk di dalamnya. Tapi mereka masih bisa saya temui, kecuali seorang wanita baik hati yang terbujur kaku di dalam peti kayu, di dalam mobil jenazah itu. Yang paling akhir. Terakhir.

Saya melihatnya sampai hilang di tikungan jalanan besar. Ini benar-benar yang terakhir.

Saya...
Meyakini bahwa alam memberi kita nyawa dan tanda-tanda. Entah apa itu sense of death, jaraknya sangat dekat dengan kita. Dan, parahnya saya merasa bisa merasakannya.
Siapapun manusia-nya.
Tapi yang saya percaya juga ialah, mungkin semua orang bisa merasakannya karena akan ada perbedaan antara hati dan otak. Mungkin ini yang mereka bilang 'pertanda'.

Saya...
Ketika melihat tante saya, sebelum peti kayu yang kaku itu ditutup, merasa tenggelam dalam rasa yang sukar diberi nama. Karena beberapa tahun lalu, ketika nenek dan kakek saya meninggal di rumah, otomatis cucu-cucu dewasa mereka yang berjumlah 4 orang-lah yang mengambil alih tugas-tugas tradisi kematian.
Apapun itu, saya trauma.
Beban moril yang ditanggung harus dengan cerdas, diseimbangkan dengan kesadaran penuh.

Saya...
Tidak pernah takut sama yang namanya 'kematian' itu sendiri.

Minggu, 02 Mei 2010

SURAT CINTA UNTUK TUHAN (IX)

Tuhan...
Waktu bisa berlalu begitu cepat. Anggap saja itu pujian.
Aku merasa lebih kaku kali ini, aku tak banyak bicara, tapi aku tak mempermalukan diriku sendiri.
Tuhan...
Aku bertemu begitu banyak orang baik kemarin hari.
Aku bermimpi begitu buruk. Sepertinya yang paling hancur.
Tentang dia. Setelah sekian lama. Aku ingat, ada sesuatu di mataku ketika terbangun di pagi hari. Air mata.
Bukannya lagi, ini kali kesekian. Tapi akhirnya kesibukanku jugalah yang menghapus semua firasat-firasat buruk di malam itu.
Tuhan...
Aku mau merasakannya lagi, kali ini aku jujur sekali. Tapi tetap, aku tidak akan memaksakannya.
Semua ada padamu.
Hanya untukmu.

Yours.