Minggu, 27 Mei 2012

Saya tidak punya kekasih. Ia sudah mati.
3 entri terakhir. Saya mabuk. Dan mau mencoba membunuh diri sendiri.

SAYA TERLALU MENYEDIHKAN.

Surat Cinta (Pengantar Tidur) Untuk Tuhan

Sakit ini tidak akan pergi, pasti akan aku bawa sampai mati.
Jika karma masih ada, puaskanlah dunia untuk membalas semua laku yang salah.
Tatap mataku sudah redup dikibas air mata.

Bangun kewarasannya. Atau buatku mati saja.

Pagi ini, jangan buat aku bangun kembali.

Untuk air mata yang terlalu lama menunggu keluar, ini tidak terlalu adil untuk dirasa.

Selamat Pagi, untuk yang tahu harus melangkahkan kaki kemana.
Yang selalu tahu diri.
Yang tidak pernah enggan memberi.
Yang terlalu patah hati.
Yang tidak tahan sendiri.
Yang hanya ingin mati.
Dan mati...

Tuhan berkati semua air mata yang mengalir deras menuju gelisah.
Tuhan, jangan pergi.
Tuhan, tetap di sini.
Tuhan, beri kuat sedikit lagi.
Atau, Tuhan, buat aku mati.
Karena cinta bisa datang kapan dan di mana saja.

Satu malam. Dengan mata yang nyalang, perasaan yang begitu nyaman. Dengan hasrat yang meletup layaknya guntur, bersorak ramai ceria di alam bawah sadar.

Betapa cintanya, dan tak mau waktu memudar. Sampai menuju detik yang mana membawa diri dalam kehancuran. Tangisan tidak akan pernah larut dalam gembira. Hati yang tersenyum pun tidak dapat meluruhkan semua asa. Tapi... mengingat cinta yang bisa datang kapan dan di mana saja.

Merujuk pada hari tersebut. Kita menyatu. Dalam doa. Dalam dosa. Dalam surga. Dalam Neraka.

Dan Tuhan ada di antaranya.

Tuhan bangunkan dari getir dan manis mimpi.

Mimpi. Berharap ini hanya mimpi.

Apakah akan tetap ada di pagi nanti?

Tapi, mengingat cinta bisa datang kapan dan di mana saja, ikhlas hati dibangun kembali.

P.S: Tuhan, Surat Cinta pengantar tidurku akan dikirim sebentar lagi, jangan lalu lelap dan tinggalkan sendiri.
Pria yang paling busuk hatinya.
Berharap bahwa ia bisa mendapatkan wanita paling cantik untuk ditiduri di bawah selangkangannya.
Dia pikir hal itu cukup untuk membangun harga dirinya yang sebenarnya tidak ada.
Dia tidak punya segalanya. Martabatnya lebih rendah dari apapun juga.
Pria yang paling najis hatinya.
Berharap bisa bermanis muka dengan kata-kata klise yang palsu, yang mengatasnamakan masa lalu paling sedih.
Pria yang kehilangan segalanya.
Dia tidak perlu dan tidak cukup mampu. Dia lebih baik mati.

Entah tersengat listrik, terbakar di neraka atau mati mendadak terkena stroke plus serangan jantung.

Dia lebih baik mati. Dan menggantinya dengan sebuah nyawa yang lebih pantas.

Tuhan terlalu baik untuk saya.

Dan... terakhir kalinya di sini. Saya, yang merana sendiri.
Terakhir kalinya.
Tanpa satu persen pun ampun.
Karena saya bukan Tuhan saya.
Karena saya bukan dia.
Karena saya adalah saya.