Senin, 01 Oktober 2012

Aku Bias

Ada masa nanti yang tidak menggenggam seluruh kisah kita, yang diyakini akan lapuk oleh terjangan waktu.
Ada masa nanti yang tidak menampung semua air duka dalam cawan bahagia.
Ada masa nanti yang tidak mengurai semua kata.
Ada masa nanti yang tidak menembus dimensi lain mengenai berapa suka tercipta.
Ada masa nanti yang tidak melukai seluruh luka.
Ada masa nanti yang tidak menjumpai semua mata dengan beragam corak dalam memandang.
Ada masa nanti yang tidak menghanyutkan rasa kita.
Ada masa nanti yang ada dan tidak.
Yang bisa dan tidak.

Kala pikiran ini hanya tertuju pada satu konteks di antara beribu lainnya.

Ada yang tidak, tanpa bisa.

Aku bias. 

Sabtu, 01 September 2012

Kita Apa?

Hati ini, sekali lagi berdengung ketika melihat cahaya putih yang terpampang dengan baik di depan mata.
Kita masih bahagia dan tertawa. Atas hal-hal yang bergulir cepat dan tanpa terasa, dipeluk oleh waktu. 
Kita masih jengah dan merana. Atas hal-hal yang tidak bisa dimiliki oleh rasa. 

Tiga.
Tergolong angka magis. 
Tiga.
Yang tidak termasuk dalam angka sempurna.
Tiga.
Kita.

Suara manis itu...
Gelak tawa yang merindu...
Bulir air yang tak bisa berkata...
Saat jarak terbentang...
Asa yang dikekang...
Kita.

Aku.
Yang masih mencari bahagia...


Kamis, 28 Juni 2012

Water Feels Warm Tonight

Sekali lagi, ada bayangannya. Muncul bak riak air di kemarau berkepanjangan. Seketika hari menjadi selalu pagi, selalu bermentari. Kembali aku dilambungkan masa yang penuh kita. Penuh dengan cinta dan dera air mata.
Yang tidak akan pernah ada lagi sekalipun aku menghunuskan kata ancam bagi waktu.

Sekali lagi, hari menjadi pagi. Sampai aku mendapati hari yang terus-menerus menghajar duka dan lara.
Air mata tidak akan pernah hilang, atau habis.


Tiga tahun dengan cinta, dan jangan lupakan derai air di mata,
I know that is right, cuz the water feels warm tonight...

Bayangan kecilku tentangmu

Sayangku,
mungkin bukan waktu yang tepat karena Tuhanku lebih cinta kau
bukan laju kata tapi air mata
yang menjadi milikku saat kau pergi begitu cepat dan tak mungkin kembali
atau mungkin dikirim ke tempat lain yang lebih indah
dimana kau akan terlihat lebih pantas

disebut manusia

tapi cinta ini tidak akan mati
di manapun, kapanpun, bagaimapun

tanpa kau, aku mungkin terlihat lebih baik
lebih utuh
lebih bahagia
mungkin

jangan pernah marah atau meragu akan rasa ini
kau yang satu
kau yang selalu
ada di sini
kusimpan dengan apik
di hati

apa artinya aku tanpa kau

Rabu, 20 Juni 2012

Manusia Dewasa vs Pernyataan Kawin Gak Nyenengin

Apa yang mendasari orang-orang yang statusnya adalah 'dewasa', ketika mereka terlihat berpasangan, saling cocok dan melengkapi, dan ketika orang lain sudah mencium aroma perkawinan, mereka malah tersipu-sipu 'gak-nyenengin' (khusus buat saya aja ya!) dan ngeles dengan penyataan-peryataan yang kurang masuk akal.

Apa karena saya yang menyalahi kodrat manusia Asia yang tipikal?

Perkawinan kan seharusnya baik bagi orang yang merasa siap dengan hubungannya, yang ingin membawanya ke sebuah level ikatan yang lebih tinggi.

Kenapa?

Kalau saya yang dilempari pertanyaan model 'kapan kawin' ya jawabannya jelas. Karena saya memang belum siap. Mental dan finansial. Nah, jadi sekarang apa sih yang (tetap) menghalangi orang-orang dewasa untuk lebih terbuka pada realita?

Atau mereka hanya takut menghadapi sebuah kenyataan?
Atau hanya berjaga-jaga kalau-kalau hubungannya yang saat ini tidak berhasil?
Menjaga muka?

Kalau harus terus menjaga reputasi dan pandangan orang terhadap dirinya, kok rasanya cukup kerdil untuk menyebut mereka dewasa.

Saya bahkan bisa lebih dewasa dari itu.Toh gagal dan berhasil akan terus melekat jadi hakikatnya manusia. Tidak akan bisa dihalau. Tidak akan bisa dihindari.

Dasar manusia 'dewasa'!

Minggu, 27 Mei 2012

Saya tidak punya kekasih. Ia sudah mati.
3 entri terakhir. Saya mabuk. Dan mau mencoba membunuh diri sendiri.

SAYA TERLALU MENYEDIHKAN.

Surat Cinta (Pengantar Tidur) Untuk Tuhan

Sakit ini tidak akan pergi, pasti akan aku bawa sampai mati.
Jika karma masih ada, puaskanlah dunia untuk membalas semua laku yang salah.
Tatap mataku sudah redup dikibas air mata.

Bangun kewarasannya. Atau buatku mati saja.

Pagi ini, jangan buat aku bangun kembali.

Untuk air mata yang terlalu lama menunggu keluar, ini tidak terlalu adil untuk dirasa.

Selamat Pagi, untuk yang tahu harus melangkahkan kaki kemana.
Yang selalu tahu diri.
Yang tidak pernah enggan memberi.
Yang terlalu patah hati.
Yang tidak tahan sendiri.
Yang hanya ingin mati.
Dan mati...

Tuhan berkati semua air mata yang mengalir deras menuju gelisah.
Tuhan, jangan pergi.
Tuhan, tetap di sini.
Tuhan, beri kuat sedikit lagi.
Atau, Tuhan, buat aku mati.
Karena cinta bisa datang kapan dan di mana saja.

Satu malam. Dengan mata yang nyalang, perasaan yang begitu nyaman. Dengan hasrat yang meletup layaknya guntur, bersorak ramai ceria di alam bawah sadar.

Betapa cintanya, dan tak mau waktu memudar. Sampai menuju detik yang mana membawa diri dalam kehancuran. Tangisan tidak akan pernah larut dalam gembira. Hati yang tersenyum pun tidak dapat meluruhkan semua asa. Tapi... mengingat cinta yang bisa datang kapan dan di mana saja.

Merujuk pada hari tersebut. Kita menyatu. Dalam doa. Dalam dosa. Dalam surga. Dalam Neraka.

Dan Tuhan ada di antaranya.

Tuhan bangunkan dari getir dan manis mimpi.

Mimpi. Berharap ini hanya mimpi.

Apakah akan tetap ada di pagi nanti?

Tapi, mengingat cinta bisa datang kapan dan di mana saja, ikhlas hati dibangun kembali.

P.S: Tuhan, Surat Cinta pengantar tidurku akan dikirim sebentar lagi, jangan lalu lelap dan tinggalkan sendiri.
Pria yang paling busuk hatinya.
Berharap bahwa ia bisa mendapatkan wanita paling cantik untuk ditiduri di bawah selangkangannya.
Dia pikir hal itu cukup untuk membangun harga dirinya yang sebenarnya tidak ada.
Dia tidak punya segalanya. Martabatnya lebih rendah dari apapun juga.
Pria yang paling najis hatinya.
Berharap bisa bermanis muka dengan kata-kata klise yang palsu, yang mengatasnamakan masa lalu paling sedih.
Pria yang kehilangan segalanya.
Dia tidak perlu dan tidak cukup mampu. Dia lebih baik mati.

Entah tersengat listrik, terbakar di neraka atau mati mendadak terkena stroke plus serangan jantung.

Dia lebih baik mati. Dan menggantinya dengan sebuah nyawa yang lebih pantas.

Tuhan terlalu baik untuk saya.

Dan... terakhir kalinya di sini. Saya, yang merana sendiri.
Terakhir kalinya.
Tanpa satu persen pun ampun.
Karena saya bukan Tuhan saya.
Karena saya bukan dia.
Karena saya adalah saya.

Minggu, 25 Maret 2012

PILIHAN!

Yang saya pikirkan saat ini ialah : stop berpikir.
Tapi gagal. Saya tadinya mau sedikit berkoar tentang anak korban broken-home dan jalan hidupnya.

Seperti yang sudah hampir semua orang ketahui, takdir antara orang tua dan anaknya akan berbeda, tidak akan ada urusannya lagi (tidak bisa dipastikan sejak kapan), that is why selalu disebutkan bahwa anak adalah titipan Ilahi. Namanya saja sudah 'titipan'--> harusnya sih bisa lebih jelas ya kapan masa titipannya berakhir. Tapi ya sudahlah. Ilahi kan penuh misteri (atau suka bercanda ya?).

Jadi, sebenarnya saya merasa tidak ada kaitannya ketika seorang anak menghancurkan dirinya sendiri dengan permasalahan yang terjadi di dalam rumahnya. Saya yakin pikiran logis sudah dimulai bahkan ketika kita masih unyil. Yang jadi persoalannya hanyalah : Kuat atau Tidak Kuat.

Kuat, ketika pikiran masih bisa lurus, terus menimpali pikiran jahat dengan memotivasi diri.

Tidak kuat, ya ketika menyerah.

Semudah itu. 

Atau tidak ya?

Minggu, 18 Maret 2012

2 wanita 2 kepala 1 makna yang sama

Yang pertama,
dia hanya mau harta dan tahta. Selebihnya semua yang diinginkannya. Hanya apa yang ada di kepalanya. Kata hati sudah bukan yang utama.
Tapi yang saya rasa, karena saya berada di antaranya, maka saya telah lebih dalam lagi bagaimana memaknai apa yang dibilang kata nurani. Yang sekarang sudah tergelincir masuk ke dalam jurang maksiat. Saya tahu salah apa dan siapa. Yang belum ditemukan jawabannya ialah : Bukan cinta dan jutaan rasa lainnya yang terekam di dalam detik. Bukan juga memori yang kembali disaat yang tak tentu arah.

Hanya satu. Di mana logika terkembang seiring musim yang terus berlanjut?

Yang kedua,
ia ingin semua waktu yang sekarang -dengan penuh harap- dapat diuangkan. Saya rasa ia bisa jual-beli dunia dengan apa yang ada di dalam dirinya. Tapi bukan itu esensi dari kita yang diancam oleh perubahan masa. Bukan. Karena (lagi-lagi!) saya yang berada di antaranya, timbullah pertanyaan apik yang siap diluncurkan sebuah lidah yang bisa disalah artikan. Apa kewarasan akan hilang karna menit yang kita lalui tidak akan pudar dan enyah sekalipun dengan kata cinta yang terucap.

Atau saya memang harus lari dari kenyataan yang tidak selamanya manis di mata?