Sabtu, 20 Februari 2010

Recital. My life is just Recital.

Hari kemarin adalah recital yang luar biasa. Adaptasi dari apa yang telah saya serap selama satu semester penuh. Penuh dengan teori dan praktek, tawa dan perasaan tidak senang.

Recital yang tidak dihadiri satu-pun anggota keluarga yang harusnya memberi dukungan pada gadis pintar mereka yang pandai menghibur orang banyak.
Tapi saya sudah cukup senang, at least bisa membuat orang lain senang.

Terakhir, recital harus berakhir.
Sama saja, ada tawa dan air mata.

Saya senang dan saya sedih.
Saya bangga dan saya terharu.
Saya menikmati dan saya lelah.
Saya terbius dan saya merana.

Hidup saya seperti-nya.

Rabu, 17 Februari 2010

Sumpah demi siapa saja, saya mau menangis.

Loh ya iya toh. Semuanya saya kalahkan hanya untuk menyelamatkan 'kami'. Saya bahkan tidak memikirkan kewarasan saya yang hancur berantakan. Saya sudah beri semua. Saya mau marah. Tapi buat apa.
Yang dia tahu kan semua bisa diganti kalau 'saya salah'. Sekarang dia yang salah. Saya mau meledak. Mau mengata-ngatai dia dengan kata 'asu'.
Ya ampun, saya mau lari dari sini. Saya mau sendiri.
Kenapa semua hal harus selalu tentang dia. Kapan giliran saya.
Saya sakit sekali.
Saya mau memaksa diri untuk tidur, tapi rasanya sulit sampai mau mampus.
Ini, perihal profesionalitas, siapa sih yang menang.
Terima kasih sudah menghancurkan rencana saya.
Entahlah dia siapa.
Tapi saya muak.
Saya mau sendiri.
Jadi jangan datang lagi, walaupun dalam mimpi.

LVD

Untuk 'dia' yang.....
Sekali lagi, saya muak.

Selasa, 16 Februari 2010

gerutu kecil di dalam

Aku termenung bak tak punya daya
Dengan asap mengepul dari tembakau yang dibakar di bibir yang basah
Karena aku sudah pergi, jangan dibahas lagi
Aku sudah gugur dari mimpi, larut dalam asa
Ketika aku pugar kembali rasa yang menghantam nun di lubuk sana
Tidakkah ayat yang ku ucap cukup? Tidak.
Menggerutu, menjadi kerdil, bertabrakan dengan jatah hidup yang ada batasnya
Ada nafas tapi tak berdetak
Ada nafsu tapi tak berpola
Tapi ketika cinta sudah mengambil alih, aku bergejolak tak menentu

LVD
Bawa dia yang menyesap kecewa

Dilentingkan ke atas, bertemu tuan rumah

Dewasa dengan dogma yang melebur jadi gaya

Merambah tutur lembut dengan wajah

Memelas, ingin disaput rasa cinta

Jangan menangislah!

Kita tahu ini dan itu bukannya akhir

Bangun si kewarasan, ganti saja ya

Lihat tuan rumah mulai menyambut

Tanpa senyum

Aku lihat marah di sudut pena

Dan aku lihat merah di ujung masa

Berat... Berat...


LVD

TAWA

Hai, dia tolol. Dia bodoh.
Mempertaruhkan koin emas dengan tai kotor di mukaku.
Aku tertawa saja. Bukan karena pembalasan manis ini.
Hai, dia goblok. Dia tak punya otak.
Menawarkan padaku sejumput berlian, yang sudah jadi serbuk halus.
Aku mau melanjutkan tawa, jangan sampai terhenti.
Tertawa, tertawa, tertawa, dan tertawa.


LVD

Hujan

Lompat-lompat
Hatiku berlonjak kegirangan

Aku mau hujan, Tuhan
Aku mau ada hawa baru di jiwa.

Aku mau hujan, Tujan
Aku tak akan pernah tahu.

Aku mau hujan, Tuhan
Aku mencari tahu.

Aku mau hujan, Tuhan
Minta sedikit saja.

Aku mau hujan, Tuhan
Untuk menghalau si galau.

Aku mau hujan, Tuhan
Melihat diriku diterawang oleh cahaya.

Aku mau hujan, Tuhan
Rasanya indah.

Aku mau hujan, Tuhan.


LVD

Ambigu

Si laki bini penggila nafsu

Bualan kosong disiang bolong

Mengadu nafas di sempitnya jalanan rumah

Menghajar suka, yang ternyata hanya hiburan

Hiburan kecil.

Menggairahkan? Tidak.

Aku harap alunannya membuai

Ternyata tetap tidak

Bawa ia pergi jauh

Aku butuh waktu sedikit

Selamat tidur...

Luckystin Verina Dimulia

Malu

Aku menggumam, merancu kata-kata
Berputar di kepalaku sampai pening rasanya
Mengaku rasa itu tak pernah mudah
Mengaku hasrat itu sulitnya bagaimana rupa, tak mau aku menjelaskannya
Aku malu
Aku takut
Aku masih terlalu dini mengatakannya
Yang pada setiap bagiannya, aku berada di ambang batas
Inilah dunia yang biasa ku jalani
Maunya tanpa beban, malunya tak terkira
Melihat pipiku yang bersemu merah di cermin
Ingin ku tampar wajah ini
Tak ingin kembali
Aku terlalu dini untuk mengakui

Luckystin Verina Dimulia

Senin, 15 Februari 2010

terima kasih

Terima kasih, untuk ibu yang tidak pernah mengajarkan saya untuk ucapkan kata 'terima kasih'.
Terima kasih, untuk ayah yang tidak hadir secara nyata dan memberikan sentuhan halus kepada gadisnya ini.
Terima kasih, untuk setiap detik rasa sakit yang saya rasakan.
Terima kasih, untuk para pria 'penipu ulung'.
Terima kasih, untuk air mata darah.
Terima kasih, untuk rasa sakit yang kadang tidak bisa saya kontrol.
Terima kasih, untuk siapa saja, yang datang dan pergi.
Terima kasih, untuk 'dia' yang menghancurkan kredibilitas saya.
Terima kasih, untuk 'dia' yang selalu membuat porsi seorang saya menjadi lebih sedikit.
Terima kasih, untuk para pembenci.
Terima kasih, untuk banyaknya impian yang masih ditunggu dalam dunia nyata.
Terima kasih, untuk manusia pendendam, yang menyimpannya untuk saya.
Terima kasih, untuk setiap ketidakadilan.
Terima kasih, untuk tidak selalu didengarkan.
Terima kasih untuk hidup yang telah menyetubuhi saya.
Terima kasih.

Minggu, 07 Februari 2010

Terima kasih

Saat bangun pagi, bercerminlah dan merasalah cantik, baik hati, dan hari yang baru ini tidak akan mengalahkan apapun.

Saya patut berbangga hati. Saya mensyukuri, di usia yang muda ini, semua terasa benar-benar 'hidup'. Saya mensyukuri kecerdasan otak saya. Saya bisa menuangkan berbagai buah pikiran ke dalam susunan kata-kata yang menarik untuk disimak. Saya bersyukur karena bisa memadupadankan pakaian sehingga saya benar merasa cantik. Saya bersyukur 20 tahun yang saya jalani nyatanya tidak akan sia-sia karena saya punya keyakinan. Walaupun keyakinan yang saya ambil adalah yang saya salahi, atau mungkin saya yang hanya mencari pembenaran dalam hidup yang banyak salahnya ini.

Saya banyak bersyukur, banyak yang saya pelajari dalam hidup, dan itu karena bantuan diri saya sendiri, tanpa bantuan orang lain. Ibu, bapak, sahabat, kerabat. Bukan. Bukan mereka. Saya mengerti keindahan dunia, menyusuri setiap lekuknya dan menjadikan diri ini sebagai single fighter yang cantik, anggun, berwibawa, dan tahu aturan main.

Tidak dapat saya pungkiri, orang-orang di sekitar saya yang mempengaruhi semua aspek kehidupan, memberi motivasi, inspirasi, argumentasi, dan semua itu adalah proses kritisasai diri yang besar.

Banyak-banyak terima kasih untuk semua.

Terima kasih untuk ibu yang tidak pernah mengajari saya mengucapkan 'terima kasih'
Terima kasih untuk ayah yang selalu berada di belahan lain dunia, sehingga tidak pernah ada sentuhan fisik yang sebenarnya dibutuhkan oleh seorang anak gadis
Terima kasih untuk sahabat yang datang dan pergi. Yang menyakiti dan menyayangi
Terima kasih untuk hidup yang kadang berkata 'no deal' untuk apa yang saya mau
Terima kasih untuk diri yang punya hati yang cantik luar biasa dan saya bisa berbangga hati
Terima kasih untuk diri yang tahu berterimakasih kepada manusia baik
Terima kasih untuk pemikiran brilian
Terima kasih untuk rasa cinta
Terima kasih untuk air mata
Terima kasih untuk malam-malam yang penuh kesendirian
Terima kasih untuk musik yang bisa membuat saya tetap waras
Terima kasih untuk selalu berbagi
Terima kasih untuk segalanya
Terima kasih......