Jumat, 09 April 2010

kata 'maaf'

"Kenapa Tuhan menginginkan saya menangis hari ini hanyalah karena ia tidak mau saya menangis esok hari."

Pikiran saya kali ini melayang ke beberapa tahun yang lalu.. Keadaan yang sesungguhnya, saya ingin sekali waktu berhenti (pada waktu itu).
Mantan kekasih (yang ketika itu masih kekasih), disuatu siang menjelang hari petang, mengirimkan sebuah pesan singkat lebih kurang 3 halaman, yang mana menyatakan permohonan maaf yang paling dalam karena....
Ia menghamili wanita lain yang notabene 'hanya 2x bertemu'.
Saya banyak menangis, meraba-raba, berasumsi, berpikiran paling kotor.
Tidak ada kata yang lebih pantas kecuali 'hancur' untuk diri saya.
Saya banyak menghindar dari pertanyaan dan pernyataan. Saya berdiam diri dalam pilu hati yang kadang tidak tertahan rasanya.
Seperti akan teriak sekeras mungkin, menangis sampai nungging.
Rasanya sulit sekali dijelaskan.
Dia, si pria (yang pada saat itu) sangat saya kagumi ternyata hanya memperkeruh hati dan kepala ini.
Saya memulai lagi semuanya dari awal. Sebenar-benarnya, dari angka minus 10. Saya tidak mau memaafkan sampai setelah pertemuan terakhir dengannya, saya memaafkan, dan terlebih, saya minta dimaafkan.
Saya yakini, ada wanita lain di sisi dunia sebelah sana yang lebih membutuhkan mantan kekasih saya.
Sebagai ayah dari anak yang dikandungnya, sebagai suami yang bertanggung jawab atas apa yang ada padanya.
Sebagai pria dewasa yang bisa membahagiakan keluarga barunya.
Saya, sekali lagi, menyeka air mata diakhir pertemuan. Air mata maaf. Air mata kebahagiaan.
Bahagia untuk sebuah kehidupan baru yang sedang berdetak pada waktu itu.
Bahagia untuk wanita beruntung itu.
Bahagia untuknya... Seorang calon bapak yang sempurna.
Dan... Ketika saya mulai berpikir, "Jika air mata saya bisa membayar lunas dengan produk yang namanya 'kebahagiaan', kenapa saya harus berkata 'tidak'?"
Saya rasa hanya saya yang tahu...
Jawabannya..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar