Senin, 12 April 2010

Lesson Learned

Hari ini, hampir 8 jam pertemuan dengan 2 orang yang saya kategorikan 'sahabat', dan seorang lagi yang masuk dalam jajaran 'teman'. Saya memahami porsi saya.
Dulu, ketika kami masih berjalan seirama, dia malah membuat saya meradang disuatu malam yang harusnya indah.
Ada musik, ada wine, ada kegembiraan, ada banyak manusia baik.
Tapi tak ada dia dan kehadirannya.
Sesaat kami ber-empat bertengkar sangat hebat. Sangat. Rasanya seperti saya siap mencekik lehernya sampai mati.
Saya berteriak tanpa aturan. Saya merasa hilang dalam gelap. Saya bahkan tak kenal siapa diri ini.
Saya hanya menunjuk wajahnya, menghardik, bergumam, diam kehabisan tenaga lalu menangis.
Saya seperti hilang di dimensi lain. Mencoba keluar dari mesin waktu.
Hari-hari yang panjang. Tanpa dirinya.
Saya masuk dalam kategori patah hati. Saya tidak bicara dan keluar dari kamar. Saya hanya mau meratapi kosongnya pikiran.
Dia ambil semua. Saya beri segala.
Tapi ternyata masih belum cukup.
Tersisa 3 manusia.
Yang hanya bisa saling memberi dukungan. Tapi di atas itu, kami berdiri di masing-masing kewarasan dan masih bisa merasa beruntung.
Kami masih memiliki satu sama lain.
Pertanyaan semua orang hampir sama. 'Semua' apa yang sudah saya beri.
Bukti masa depan saya, saya beri.
Dan hari ini, lelahnya mata, hati, dan pikiran mempermainkan saya.
Saya sudah tak mau bicara.
Saya sudah katakan semua.
Saya tidak mau memandang.
Saya selalu mencari sudut lain.
Saya tidak mau berpikir.
Tapi ternyata hati masih mau berbagi.

Dia (berbicara kepada semua) : Ya, all I know is, everything that happened in my life should be lesson learned.
Saya (berbalik dan memandangnya) : Have you learned enough?
Dia : .... (Terdiam)

Ternyata marah dan mual itu masih ada. Hidup di sana. Tempat yang saya sendiripun tak ingin menjangkaunya....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar