Selasa, 13 April 2010

absurd

Tuhan, perasaan saya bergemuruh sangat hebat. Rasanya absurd.
Ke mana perginya dia. Tapi, ke manapun itu, bukan saya yang menjadi tujuan akhirnya.
Saya hanya ingin mengangkat dua tangan tanda menyerah.
Dia tidak mau peduli.
Tuhan, hati saya seperti sirkus. Saya tidak tahu, tapi ada gendang bertalu-talu, membuat sesak yang tak tahu sampai kapan akan begini.
Saya tidak mau mencintainya. Rasanya sakit.
Tuhan, langkah yang saya buat dan saya pikir bisa dinikmati hasil akhirnya, rasanya hanya sia-sia.
Saya yang terlalu cepat mengumandangkan hasrat.
Dia tidak mau tahu.
Kecuali kebahagiaannya sebagai seorang juara nomor satu.
Kecuali kesenangannya pada fitur-fitur dunia yang personal.
Kecuali senyumannya untuk ambisi yang matang dalam rancangannya.
Tuhan, rasanya sakit.
Tidak mau berhenti, walau untuk sedikit empati.
Tuhan, rasanya galau.
Tidak ada cahaya di lorong hati yang sangat ingin membagi.
Tuhan, saya sudah mencobanya. Menukar peran multi-tasker kepada manusia yang fokus dalam satu hal paling penting.
Tapi tidak bisa lagi.
Saya menjerit.
Menyublim warna terang menjadi pasrah.
Tuhan, jangan lagi.
Kali ini saya mundur teratur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar