Minggu, 25 Maret 2012

PILIHAN!

Yang saya pikirkan saat ini ialah : stop berpikir.
Tapi gagal. Saya tadinya mau sedikit berkoar tentang anak korban broken-home dan jalan hidupnya.

Seperti yang sudah hampir semua orang ketahui, takdir antara orang tua dan anaknya akan berbeda, tidak akan ada urusannya lagi (tidak bisa dipastikan sejak kapan), that is why selalu disebutkan bahwa anak adalah titipan Ilahi. Namanya saja sudah 'titipan'--> harusnya sih bisa lebih jelas ya kapan masa titipannya berakhir. Tapi ya sudahlah. Ilahi kan penuh misteri (atau suka bercanda ya?).

Jadi, sebenarnya saya merasa tidak ada kaitannya ketika seorang anak menghancurkan dirinya sendiri dengan permasalahan yang terjadi di dalam rumahnya. Saya yakin pikiran logis sudah dimulai bahkan ketika kita masih unyil. Yang jadi persoalannya hanyalah : Kuat atau Tidak Kuat.

Kuat, ketika pikiran masih bisa lurus, terus menimpali pikiran jahat dengan memotivasi diri.

Tidak kuat, ya ketika menyerah.

Semudah itu. 

Atau tidak ya?

Minggu, 18 Maret 2012

2 wanita 2 kepala 1 makna yang sama

Yang pertama,
dia hanya mau harta dan tahta. Selebihnya semua yang diinginkannya. Hanya apa yang ada di kepalanya. Kata hati sudah bukan yang utama.
Tapi yang saya rasa, karena saya berada di antaranya, maka saya telah lebih dalam lagi bagaimana memaknai apa yang dibilang kata nurani. Yang sekarang sudah tergelincir masuk ke dalam jurang maksiat. Saya tahu salah apa dan siapa. Yang belum ditemukan jawabannya ialah : Bukan cinta dan jutaan rasa lainnya yang terekam di dalam detik. Bukan juga memori yang kembali disaat yang tak tentu arah.

Hanya satu. Di mana logika terkembang seiring musim yang terus berlanjut?

Yang kedua,
ia ingin semua waktu yang sekarang -dengan penuh harap- dapat diuangkan. Saya rasa ia bisa jual-beli dunia dengan apa yang ada di dalam dirinya. Tapi bukan itu esensi dari kita yang diancam oleh perubahan masa. Bukan. Karena (lagi-lagi!) saya yang berada di antaranya, timbullah pertanyaan apik yang siap diluncurkan sebuah lidah yang bisa disalah artikan. Apa kewarasan akan hilang karna menit yang kita lalui tidak akan pudar dan enyah sekalipun dengan kata cinta yang terucap.

Atau saya memang harus lari dari kenyataan yang tidak selamanya manis di mata?